3.2.a.9. Koneksi Antar Materi - Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber DayaAssignment
3.2.a.9. Koneksi Antar Materi - Pemimpin dalam
Pengelolaan Sumber Daya
Pemimpin
Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya merupakan pemanfaatan pada aset-aset
sekolah yang dimiliki dan dikelola dengan baik oleh seorang pemimpin
pembelajaran sebagai sebuah kekuatan/potensi sekolah sesuai kodrat alam dan
kodrat zaman.
Sekolah merupakan
sebuah ekosistem yang di dalamnya terdapat tata interaksi antara makhluk hidup
dan unsur yang tidak hidup dalam sebuah lingkungan. Sebuah ekosistem mencirikan
satu pola hubungan yang saling menunjang pada sebuah teritorial atau lingkungan
tertentu. Jika diibaratkan sebagai sebuah ekosistem, sekolah adalah sebuah
bentuk interaksi antara faktor biotik (unsur yang hidup) dan abiotik (unsur
yang tidak hidup). Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya
sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Dalam ekosistem
sekolah, faktor-faktor biotik akan saling memengaruhi dan membutuhkan
keterlibatan aktif satu sama lainnya.
Faktor-faktor
biotik yang ada dalam ekosistem sekolah di antara lain : Murid, Kepala Sekolah,
Guru, Staf/Tenaga Kependidikan, Pengawas Sekolah, Orang Tua, Masyarakat sekitar
sekolah. Selain faktor-faktor biotik, faktor-faktor abiotik
seperti: Keuangan dan Infrastruktur atau Sarana Prasarana juga berperan aktif
dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran di sekolah.
Sebagaimana
Pemikiran Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan sebagai sebuah proses “Menuntun
segala kodrat yang ada pada anak -anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan
dan kebahagiaan yang setinggi -tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai
anggota masyarakat”. Maka, sebagai Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan
Sumber Daya sekolah, seharusnya memanfaatkan seluruh kodrat alam dan kodrat
zaman yang ada sebagai sebuah kekuatan aset yang dimiliki untuk mendorong
sebuah agen perubahan transformasi pendidikan dalam mewujudkan merdeka belajar
bagi murid dan guru.
Adapun pendekatan
yang dapat kita lakukan melalui aset sekolah adalah:
Pendekatan berbasis
kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking)akan memusatkan perhatian
kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak bekerja.
Segala sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang negatif. Kita harus bisa
mengatasi semua kekurangan atau yang menghalangi tercapainya kesuksesan yang
ingin diraih. Semakin lama, secara tidak sadar kita menjadi seseorang yang
terbiasa untuk merasa tidak nyaman dan curiga yang ternyata dapat menjadikan
kita buta terhadap potensi dan peluang yang ada di sekitar. Pendekatan berbasis
aset/kekuatan (Asset-Based Thinking) adalah sebuah konsep yang
dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni
kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri. Pendekatan ini merupakan
cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan,
dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk
memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang
menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.
Apabila kita
mengaitkan dengan Visi Misi, Nilai dan Peran Guru Penggerak pada modul sebelumnya.
Maka, seharusnya komunitas sekolah memusatkan pendidikan yang berpihak pada
murid dan berorientasi pada lingkungan bersih, indah, serta nyaman demi
mewujudkan nilai dan peran guru penggerak yang mandiri, reflektif, kolaboratif,
inovatif, berjiwa pancasila, dan berpihak pada murid sebagai sebuah agen
perubahan di sekolah.
Kekuatan yang
dibangun oleh pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya di kelas,
sekolah, dan masyarakat yang mumpuni, akan mengembangkan potensi yang dimiliki
sebagai budaya positif bagi pola interaksi lingkungan biotik dan abiotik
sekolah dalam bentuk pemetaan 7 aset sekolah yang sangat berdampak positif dan
berkualitas sebagai contoh bagi sekolah lainnya.
Menurut Green dan
Haines (2002) dalam Asset building and community. development, ada
7 aset utama sebagai modal utama sekolah yaitu:
Modal manusia Modal
sosial Modal fisik Modal lingkungan/alam Modal finansial Modal politik Modal
agama dan budaya
Aset sekolah SD
Inpres 12/79 Cinennung merupakan bagian dari aset daerah Kabupaten Bone dan Provinsi Sulawesi Selatan.Olehnya, sebagai pemimpin pembelajaran
dalam pengelolaan sumber daya/aset seharusnya berupaya memberdayakan apa yang
dimiliki sebagai kekuatan/potensi sekolah untuk melakukan sebuah perubahan
kecil menjadi perubahan besar dalam pembelajaran yang berpihak pada murid
dengan menyesuaikan pada ketujuh aset di atas demi mencapai kualitas sekolah
berdasarkan pendekatan berbasis aset.
Sebelum saya
mempelajari modul 3.2 sebagai pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan aset
sekolah, masih banyak kekurangan yang saya dapatkan dalam menjalankan tugas
sebagai pemimpin pembelajaran. Tetapi, setelah saya mempelajari modul 3.2 ini.
Begitu banyak informasi atau ilmu yang saya dapatkan dan implementasikan
melalui aksi nyata pemetaan 7 aset modal utama sekolah. Diantaranya modal utama
manusia yang terdiri atas Kepala Sekolah, Tenaga Pendidik SD Inpres 12/79
Cinennung yang berjumlah 11 orang, Tenaga
Kependidikan SD Inpres 12/79 Cinennung yang berjumlah 2 orang, Tenaga Pendidik memiliki kualifikasi
pendidikan terakhir S1 (10) dan S2 (1 orang), Murid SD Inpres 12/79
Cinennung yang berjumlah 170 orang,
Pengawas Sekolah, Komite Sekolah, orang tua murid, dan masyarakat sekitar
sekolah. Dibantu dengan modal finansial/keuangan dan Infrastrukutur sarana dan prasarana, serta aset lainnya
yang mendukung operasional sekolah. Saya sebagai pemimpin pembelajaran akan
mengelola aset tersebut dengan baik sebagai kekuatan bukan menjadi sebuah
kekurangan untuk sekolah melakukan perubahan seperti sekolah lainnya.
Dalam mewujudkan
filosofi Ki Hajar Dewantara “Menuntun segala kodrat yang ada pada anak -anak,
agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi -tingginya
baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat”. Saya sebagai pemimpin
pembelajaran harus menerapkan nilai dan peran guru penggerak yang mandiri,
reflektif, kolaboratif, inovatif, berjiwa pancasila, dan berpihak pada murid,
dengan mengacu pada visi dan misi guru penggerak yang kami putuskan bersama
kepala sekolah, pengawas, rekan guru, unsur komite dan masyarakat di sekolah
saya demi mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi –tingginya bagi
peserta didik.
Sebagai aksi nyata
dari modul 3.2.a.9 ini, saya sebagai Calon Guru Penggerak (CGP) harus membuat
rancangan tindakan dengan sistem BAGJA. Akronimnya adalah B (Buat Pertanyaan),
A (Ambil Pelajaran), G (Gali Mimpi), J (Jabarkan Rencana), A (Atur Eksekusi)
yang merupakan sebuah model manajemen perubahan yang berbasis kekuatan yaitu IA
(Inkuiri Apresiatif)
Komentar
Posting Komentar